Minggu, 24 Desember 2017

Jejak Kebaikan


Hidup di zaman now di mana semua serba digital, menyebabkan hilangnya sebagian kepedulian kita terhadap lingkungan sekitar. Bahkan kita lebih memilih untuk bercengkarama dengan layar datar persegi daripada memerhatikan yang ada di sekeliling kita.

Terkikisnya rasa kepedulian ini kadang membuatku miris. Di beberapa situasi, pandangan lebih sering tertuju dunia maya di dalam gadget daripada mengamati dunia di sekitar kita.

Belum lagi adanya kasus kejahatan yang semakin marak terjadi di sekitar kita, baik kejahatan kerah putih maupun kriminal. Motif dan modusnya pun beragam. Hampir setiap hari media massa menayangkan berita kejahatan ini. Dengan dalih yen ora ngedan ora keduman (kalau tidak main gila tidak bakal kebagian), banyak orang yang menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan maupun kepuasan dirinya.

Betulkah masyarakat kita separah itu? Masih adakah orang-orang yang memiliki hati nurani dan kepedulian dengan sekitar? Masihkah ada setitik embun yang menyejukkan? 

Sampai suatu ketika aku dipertemukan dengan kejadian demi kejadian yang membuatku yakin bahwa masih banyak orang peduli di sekeliling kita.

Cerita 1
Beberapa kali aku menemukan sepasang suami istri tuna netra ini berobat di fasilitas kesehatan tempatku bekerja. Beberapa kali mereka datang bersama kerabat yang mengantar. Tapi tak jarang mereka datang bersama putrinya yang masih kecil. Jarak dari tempat tinggal mereka dengan ke tempat kerjaku ini lumayan jauh. Mereka harus beberapa kali ganti kendaraan umum. Namun di balik keterbatasan mereka, pasutri ini percaya bahwa kebaikan tertebar di tiap belahan bumi Allah. Ada orang yang dengan sukarela membantu mereka, mulai dari mencarikan kendaraan umum, menyeberangkan, bahkan sekedar menunjukkan jalan. 

Kegiatan Sosial di Barak Pengungsian 
Korban Banjir dan Tanah Longsor


Cerita 2
Kegiatan alumni identik dengan reuni untuk bernostalgia. Namun alumni salah satu SMU di Sukoharjo ini sedikit berbeda. Para alumni sepakat untuk menunjukkan sisi kepedulian kepada korban banjir dan tanah longsor di daerah Wonogiri. Kegiatan kemanusiaan ini dilakukan untuk meringankan beban dan menerbitkan senyuman para korban banjir dan tanah longsor. Hmm, patut ditiru, bukan?

Cerita 3
Waktu sepulang dari sebuah acara, aku berboncengan dengan suami melalui jalan raya Jogja-Solo yang sungguh ramai. Dari jauh kami melihat ada ibu penjual sayur yang menyeberang jalanan dengan sepedanya. Tak diduga, sepeda si ibu oleng sampai akhirnya dia terjatuh di tengah jalan, berikut sayur mayur yang dijualnya. Seketika banyak orang yang berdatangan untuk menolong si ibu. Seseorang dengan sigap lari ke tengah jalan untuk menghentikan laju kendaraan-kendaraan. Sedangkan orang-orang membantu meminggirkan si ibu, sepeda, dan barang-barangnya. Bahkan ada yang membelikannya segelas teh hangat dari warung terdekat. Kepedulian yang kami lihat ini sungguh spontan, tanpa ada skenario.

------

Di sekelilingku ternyata masih banyak orang yang memilih peduli dan berbuat baik. 

Aku melihat beberapa orang yang melakukan sedekah nasi bungkus ke orang-orang jalanan, tukang becak, ataupun pak ogah (sebutan untuk orang yang membantu mengatur lalu lintas).
Beberapa teman dan pasien lain yang menggenapi tagihan pengobatan dari pasien yang tidak kuat membayar.
Seorang pemilik toko bahan bangunan yang rutin memberikan donasi pembangunan masjid.
Seorang pemilik kios di pasar yang sukarela menjagakan kios sebelahnya ketika pemiliknya sedang sholat. 
Orang-orang yang kukenal mengorbankan waktunya untuk mengelola TPA (Taman Pendidikan AlQur’an) atau seorang ustadz yang mengisi kajian-kajian agama  dengan ikhlas lillahi ta'ala.  
MasyaAllah, itulah pahlawan kebaikan masa kini.

Kebaikan yang Universal

Kebaikan itu universal. Seperti yang dicontohkan manusia pilihan Allah, Muhammad SAW. Aku teringat sebuah kisah legendaris Nabi Muhammad SAW dengan pengemis Yahudi buta. 

Pengemis buta itu sudah lama menjadi hater Muhammad. Setiap saat dia menghina bahkan merendahkan Muhammad SAW. Meskipun demikian masih ada orang yang berbaik hati yang dengan lemah lembut menyuapinya setiap hari. 

Sampai suatu ketika orang yang menyuapinya tak lagi datang. Hingga Abu Bakar datang menawarkan diri untuk menyuapi si pengemis buta, berusaha berlaku lemah lembut dan menahan amarah karena terus mendengarkan hinaan pengemis atas Muhammad SAW. Si pengemis buta tahu kalau yang menyuapinya ini bukanlah orang biasanya. Dia pun menghardik Abu Bakar, “Kau bukanlah orang yang biasanya."

Abu Bakar menangis tersedu-sedan, “Ketahuilah bahwa orang yang biasa menyuapimu kini telah wafat, aku hanya ingin melanjutkan kebaikannya. Orang tersebut tak lain adalah Muhammad SAW, yang telah tiap hari kauhinakan."

Si pengemis buta tersentak dan cahaya hidayah Allah merasuk kuat ke dalam kalbunya. 

Betapa mulianya akhlak yang ditunjukkan sosok Muhammad SAW, Nabi akhir zaman. 

-----

Kepedulian dan kebaikan yang kita lakukan ibarat sebuah lingkaran domino, akan kembali lagi menyentuh diri kita. Bisa jadi doa yang diijabah oleh-Nya berasal dari orang yang menerima kebaikan kita. Bisa jadi ridha Allah turun karena kebaikan kecil yang kita sudah lupakan.

Tidak ada salahnya kita mengikuti perkembangan zaman. Namun cobalah sejenak untuk membuka mata lebar-lebar terhadap kejadian di sekitar kita. 

Angkatlah kepala kita untuk sesaat, dan amati sekeliling kita. 

Jadilah hero zaman now, bagian dari orang-orang yang peduli dan memutuskan untuk berbuat baik meskipun terlihat sederhana. 
Sesederhana melakukan donasi  melalui Dompet Dhuafa.

Semoga kita pun bisa membentang dan meninggalkan jejak kebaikan di muka bumi, untuk tujuan meraih ridha Illahi.

#BulanKemanusiaan
#HeroJamanNow
#MembentangKebaikan


Jumat, 22 Desember 2017

Novel Episodik Wattpad "Tiap Hari Jatuh Cinta"






 
Hai, sudah lama aku nggak berbagi cerita lewat blog ini.
Kebetulan sekarang ini aku lagi belajar nulis fiksi di wattpad, dan ada satu karya yang berhasil kuselesaikan dalam waktu 30 hari. Bermula dari challenge yang diadakan oleh Kamaksara, sebuah komunitas menulis, yang menantang anggotanya untuk menulis satu bab novel SETIAP HARI! *lebaymodeon


Yaah, mungkin buat yang sudah biasa nulis fiksi, itu bukanlah hal yang WOW...
Tapi buatku yang masih penulis amatiran ini, challenge ini bisa memaksaku memeras otak sampai keriiiiing (saking overnya diperas). 

Dan aku bisa menyelesaikan tantangan ini, adalah suatu prestasi bagiku *terharu

Novel "Tiap Hari Jatuh Cinta" ini terinspirasi dari kisah nyata milik pribadi dan orang-orang di sekitarku, tentunya setelah melalui modifikasi cerita.
Buat pecinta novel, boleh yuuk mampir ke lapak aku, uhuuk...
Silakan klik di sini untuk membaca cerita lengkapnya.


Berikut sinopsisnya "Tiap Hari Jatuh Cinta"
"Mustahil jika menjalani pernikahan tanpa masalah, karena suami istri bukanlah sepasang malaikat."
Novel ini berisi keseruan Intan dan Bima menghadapi berbagai kejutan manis pahit dalam kehidupan rumah tangga.
Perbedaan karakter keduanya memberikan warna dinamis dalam rumah tangga mereka.
Setiap babnya berisi liku-liku perjalanan rumah tangga Intan dan Bima, yang mampu mengaduk berbagai perasaan, mulai dari kesal, gemas, terharu, senang, dan sebagainya.
 
Bagaimana mereka mengolah kesalahpahaman menjadi bumbu penyedap pernikahan, agar tiap hari selalu jatuh cinta pada orang yang sama?
Siapkah Anda menjadi saksi kisah kasih Intan dan Bima?



.
.


Sabtu, 26 Agustus 2017

Resensi Novel Alestanova (Menjadi putri dari ibu secantik Rose adalah mimpi buruk yang tak pernah usai)



Informasi Buku :
Judul : Alestanova
Penulis : Piet Genta
Penerbit : Stiletto Indie Book
Jumlah Halaman : 268
Tahun terbit : 2017

Harga : Rp. 62.000,00

Alestanova mengusung tema yang unik dan berbeda dari novel kebanyakan. Banyak novel mengangkat liku-liku hubungan cinta antara pria dan wanita. Namun novel ini justru menitikberatkan pada konflik hubungan cinta antara ibu dan putri tunggalnya.
Judul novel ini diambil dari nama tokoh utama, Alestanova, gadis yang menyimpan masa lalu kelam saat masih remaja.
Konflik utama terletak pada kebencian Alesta kepada sang ibu, Rose. Alesta terlahir dari wanita cantik rupawan, dan hal tersebut mendatangkan masalah demi masalah untuknya. Kesalahpahaman muncul saat Rose yang sukses dalam karir mencoba meraih cinta Alesta dengan harta yang dimilikinya. Padahal bukan semua itu yang paling Alesta inginkan.
Hati Alesta perlahan membeku dan tidak lagi mempercayai cinta. Dia mulai menutup hati untuk mempercayai orang lain. Ketulusan orang-orang yang menyayangi  Alesta tak berhasil menyentuh hatinya.   
Alesta memilih lari dari kenyataan. Dia pergi membawa luka hati dan kebencian yang terpendam.
Kehadiran seorang pria dewasa mampu membuka hati dan mengubah cara pandang Alesta terhadap dunia. Pria yang menyadarkannya bahwa cinta menyatukan segala perbedaan. Cinta juga yang menyembuhkan segala luka.
Akankah Alesta mampu berdamai dengan dirinya sendiri dan memupus kebencian terhadap Rose yang tak pernah mengkhianatinya?
***

Sejak awal membaca novel Alestanova, saya terkesan dengan cara penulis menggambarkan sang tokoh utama. Penulis berhasil menghidupkan karakter tertutup dan sisi kelam kepribadian Alesta. Pembaca diajak larut dalam kesepian yang dirasakan Alesta.
Semua kesalahpahaman dalam perjalanan hidup Alesta, membuat saya merenung. Apakah kita sudah memberikan semua hal terbaik untuk anak-anak kita? Karena rasa cinta saja tidaklah cukup. Harus ada pengorbanan waktu, tenaga, perhatian, dan sikap yang nyata untuk melekatkan hubungan batin antara orang tua dan anak.
Keluarga berperan besar dalam membentuk fondasi kepribadian kokoh dan menyiapkan cara pandang anak-anak menjalani pahit manis kehidupan.
Perjalanan hidup Alestanova yang sarat hikmah membuat buku ini layak direkomendasikan untuk para remaja hingga kalangan orang tua.
Penulis memilih menerbitkan novel perdananya ini secara indie bekerja sama dengan Penerbit Stiletto Indie Book. Sayangnya ada beberapa kata salah ketik yang lolos dari pengeditan namun tak terlalu mengganggu esensi cerita.
Semoga penulis terus menghasilkan karya-karya terbaik untuk mewarnai dunia literasi Indonesia.
Anda bisa menikmati novel menarik ini dengan memesan langsung ke :
Stiletto Book
WA : 0881 273 1411
Line : stiletto_indiebook

Selamat membaca.

Jumat, 19 Mei 2017

#MemesonaItu Saat Saya Memutuskan untuk Bahagia





Pernahkah Anda merasa jenuh dengan hidup yang sepertinya begitu-begitu saja? Jebakan rutinitas sehari-hari membuat hidup terasa membosankan.
Ditambah lagi, saat melihat keadaan orang lain yang mampu meraup sukses secara finansial, kita pun terpengaruh oleh bisikan nafsu duniawi. Siapa pula yang tak tergoda untuk meraih kondisi mapan dan berkecukupan?
Saya pun pernah merasakan hal ini. Jenuh, iri, tak puas diri, mudah putus asa, dan perasaan negatif lainnya. Lalu, apa yang  saya peroleh dari semua perasaan negatif tersebut? Tak ada! Justru saya semakin tidak bahagia, atau istilahnya capek sendiri.
Tak ingin terpuruk semakin dalam, hati saya berbisik untuk sudah saatnya berkata STOP. Bagaimanapun juga, saya harus mengembalikan kebahagiaan yang sempat memudar.
Lantas apa yang saya lakukan untuk menjadi pribadi yang kembali berbahagia?
1.      Mulai kurangi mengeluh
Kita secara alami menyukai keindahan duniawi. Namun saat hal itu sudah menjadi satu-satunya tujuan hidup, kita jadi mudah mengeluhkan hal-hal yang tidak kita miliki.
Misalnya, kapan ya bisa beli mobil bagus? Kapan bisa punya uang banyak untuk jalan-jalan?
Tak ada untungnya kita mengeluh, karena hanya membuang waktu dan energi saja. Lebih baik jika kita fokus untuk meraih tujuan hidup.

2.      Bersyukur setiap saat
Pasti akan selalu ada alasan untuk kita bersyukur. Mulailah dengan mensyukuri hal-hal yang kita miliki. Bersyukur atas setiap tarikan napas, nikmat kesehatan, keluarga yang hangat, pekerjaan yang kita jalani, teman dan lingkungan yang baik, serta masih banyak lagi. Saya pun mulai berhenti mendongakkan kepala dan membandingkan diri dengan orang lain yang keadaannya di “atas” saya. Ternyata masih banyak orang di sekitar saya yang hidupnya jauh lebih sulit.

3.      Lebih mendekatkan diri kepada Sang Maha Cinta
Apa tujuan hidup kita? Hanya sebatas mengejar kesuksesan dunia saja, atau ada tujuan yang lebih hakiki? Saya perbaiki kualitas hubungan spiritual dengan Sang Maha Cinta. Setiap dilanda kesusahan hati, tempat saya mengadu pertama kali adalah kepada-Nya.

4.      Menciptakan kebahagiaan kita sendiri
Buatlah diri kita senyaman mungkin, dan bukalah hati untuk merasakan kebahagiaan dengan cara sederhana. Bercengkerama bersama keluarga atau pasangan, menyalurkan hobi atau passion, bahkan sekadar menikmati waktu untuk me-time.

Me-time saya luangkan untuk membaca

Salah satu hal yang mampu membuat perasaan saya nyaman adalah saat mencium aroma wewangian lembut yang menguar di udara. Baru-baru ini, saya mencoba varian wewangian dari Vitalis Body Scent.
Wewangian ini harganya terjangkau, namun jangan salah, keharumannya sungguh elegan. Ada enam varian dari Vitalis Body Scent ini, yakni Vitalis Blossom, Vitalis Bizarre, Vitalis Breeze, Vitalis Belle, Vitalis Bless, dan Vitalis Blissful. Anda bisa memilih mana yang paling cocok dengan kepribadian Anda.
Pilihan saya pun jatuh pada Vitalis Blossom. Wanginya merupakan kombinasi floral powdery dari bunga iris, plum, rose, dipadu dengan aroma vanilla dan musky. Paduan unik ini memberikan sensasi wewangian lembut yang membuat kita makin memesona dan percaya diri. Menurut saya, wewangian dengan aroma lembut dan manis ini sangat feminin, cocok untuk Anda yang kurang menyukai tipe wewangian yang tajam. Dengan Vitalis Blossom, hari-hari saya pun semakin segar.
Terinspirasi oleh tagline dari Vitalis Blossom ini, ignite your charm reach your star, saya pun memilih meraih bintang kebahagiaan dalam diri untuk makin memancarkan pesona. 

#Memesonaitu saat saya memutuskan untuk berbahagia, meskipun dengan cara yang sederhana. Ini adalah cerita #Memesonaitu saya. Bagaimana dengan cerita #Memesonaitu Anda? Yuk, berbagi inspirasi lewat http://www.pesonavitalis.com/memesonaitu/


Jumat, 28 April 2017

Bisnis Buku Parenting dan Anak Bukan Sekadar Bisnis

Marhamah Za, atau kerap dipanggil Amah, seorang pegiat baca yang sangat mencintai buku. Sebagai seorang ibu, Amah tentunya ingin membekali diri dengan banyak membaca ilmu-ilmu tentang parenting. Sayangnya, akses untuk mendapatkan buku pilihannya sangat terbatas. Perpustakaan hanya berada di kota kabupaten, sedangkan di daerah tempat tinggalnya belum ada toko buku. Akhirnya Amah pun mencari dan membeli buku-buku pilihannya secara online.
Aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga tak lantas membuatnya berdiam diri. Berawal dari empatinya terhadap para orangtua yang ingin mendapatkan bacaan bermutu tetapi terkendala dengan sulitnya akses untuk membelinya. Hal inilah yang mendorong Amah untuk merintis bisnis jualan buku secara online, terutama buku bacaan anak-anak, parenting, dan islami. Passion-nya di dunia pustaka membuatnyamenjalankan bisnisnya dengan sepenuh hati.
Mulailah Amah mencari peluang untuk menjadi marketer dari para penerbit dan agen, tapi kebanyakan dari mereka mengeluarkan syarat modal sebesar satu hingga lima juta rupiah. Sungguh nominal yang tak sedikit, karena saat itu Amah sedang mengalami keterbatasan modal.
Berkat kegigihannya untuk terus melakukan pencarian, Allah pun membukakan peluang bagi Amah sebagai salah satu marketer dan  reseller buku-buku karya Ibu Elly Risman, seorang pakar parenting.
Promosi pun mulai dilakukan sebatas lewat grup-grup WA. Tapi apa yang terjadi kemudian? Pada minggu pertama, Amah berhasil menjual sebanyak empat belas eksemplar. Sebuah respon yang sangat menggembirakan, karena buku-buku jualannya banyak diminati para orangtua. Bahkan banyak di antara pelanggannya yang melakukan repeat order. Hal ini sungguh membesarkan hatinya.
Amah mulai berani berinovasi dengan  mekanisme promosinya. Selain lewat grup-grup WA, kini ia pun merambah facebook sebagai ajang untuk promosi. Dia meyakini bahwa kekuatan media sosial yang digarap secara optimal akan memperluas jaringan pemasarannya.
Biasanya dia hanya memegang stok dua sampai lima eksemplar, kemudian dipromosikan lewat facebook dan dilihat bagaimana respon  dari konsumen. Jika peminat suatu buku cukup tinggi, maka dia berani untuk memesan lebih banyak buku.
Dari sekian tema buku yang Amah jual, buku dengan peminat paling tinggi adalah Parenting++ (Elly Risman dan keluarga), Islamic Parenting, Juz’Amma Sains dan Seri Amazing.

Buku Seri Amazing

Buku Best Seller

Buku Best Seller


Selain menyediakan buku-buku bermutu untuk para orangtua dan anak, Amah juga tak segan untuk membantu calon konsumennya menentukan jenis buku sesuai kebutuhannya. Berawal dari kecintaannya kepada dunia literasi, membawanya untuk andil dalam menyebarkan manfaat melalui buku.
Bagi Amah, bisnis buku parenting dan anak bukanlah sekadar bisnis. Menularkan kecintaan membaca kepada orang lain sama artinya dengan menularkan semangat dalam menuntut ilmu. Tak hanya anak-anak yang perlu belajar. Karena sejatinya, menjadi orangtua pun adalah proses belajar tiada henti.
Anda yang tertarik untuk berkonsultasi lebih lanjut tentang buku parenting dan anak, bisa hubungi Amah melalui kontak berikut ini :
SMS/WA : 082388529730
Facebook : Marhamah Za
FP : Kedai Buku Rasyman


Senin, 10 April 2017

#MemesonaItu Saat Menyadari Aku Bukan Ibu yang Sempurna



Suatu episode yang kelam dalam hidupku, saat mendengar seseorang berkomentar tentang keadaan anak keduaku, Aizar.

Kejadian ini berlangsung pada tahun 2014 silam, saat itu Aizar berusia hampir dua tahun. Aizar termasuk anak yang mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Pada usia 18 bulan, dia baru mulai berjalan tertatih-tatih, di saat anak seusianya mungkin sudah mulai berlari-lari kecil. Dia pun tak melewati fase merangkak seperti umumnya anak balita lainnya. Berat badannya juga selalu berada di bawah garis normal KMS, bahkan mendekati garis  merah atau keadaan kurang gizi.

Belum lagi saat itu, Aizar menderita alergi yang cukup parah terhadap susu sapi, sehingga dia tak bisa sembarangan minum susu formula maupun makanan olahan dari susu. Selama ini dia minum ASI, tapi karena aku mengandung anak ketiga dan mulai muncul kontraksi-kontraksi palsu, akhirnya kuhentikan menyusuinya.

Berbagai cara telah aku dan suami lakukan untuk memperbaiki keadaan Aizar. Kami mendatangi dokter spesialis anak ternama di kota kami untuk konsultasi. Kami juga mendaftarkan Aizar untuk terapi di sebuah klinik tumbuh-kembang anak. Untuk penanganan alerginya, selain dari dokter spesialis anak, kami juga rutin berkunjung ke seorang dokter yang melakukan terapi bioresonansi. Asupan berbagai suplemen vitamin maupun berbagai madu pun tak lupa kami berikan untuk Aizar.

Sebagai seseorang yang berlatar belakang dunia kesehatan, aku sempat mencurigai bahwa Aizar menderita sakit TB anak. Berat badannya yang kurang dan nafsu makannya yang buruk mendorong kami untuk melakukan pemeriksaan TB anak. Akhirnya dokter spesialis anak melakukan serangkaian pemeriksaan kepada Aizar. Mulai dari tes Mantoux, dimana suatu reagen tertentu dimasukkan ke bawah kulit tangan, hasil pemeriksaan akan diamati beberapa hari kemudian untuk menentukan positif atau negatif terpapar kuman TB. Lalu Aizar juga dilakukan foto radiologi dan juga pemeriksaan darah.

Beberapa hari kemudian, kami konsultasi kembali ke dokter. Setelah melakukan scoring TB, dokter menyatakan bahwa Aizar tidak terinfeksi kuman TB. Hasil tes mantoux negatif, hasil foto radiologi juga normal, hasil pemeriksaan darah pun tak ada yang mencurigakan. Semuanya baik-baik saja!

Entah lega atau tidak yang berkecamuk dalam hatiku saat mendengar perkataan dokter. Aku justru makin bingung harus bagaimana lagi untuk memperbaiki keadaan Aizar.

Hal ini menjadikanku pribadi yang agak sensitif. Aku sempat merasa menjadi ibu yang payah. Tak mengerti apa yang harus kulakukan untuk anakku sendiri. Berbagai komentar miring mulai dari yang serius sampai yang bernada candaan tentang Aizar sangat menusuk-nusuk hatiku. Semua orang tak pernah tahu betapa hatiku menyimpan bara saat itu, karena aku sangat pintar membalutnya dengan senyuman. Ah, bak pemain sandiwara rasanya. Aku berpura-pura semuanya baik-baik saja, padahal aku sering menangis diam-diam. Sungguh melelahkan!

Satu kejadian yang tak akan pernah kulupa, saat salah seorang ibu menyapa dan berkomentar, “Duuh, kok anaknya kurus banget badannya, kayak anak Somalia aja. Padahal ibunya kan kerja di bidang kesehatan lho, kok bisa ya …”

Nah lho! Speechless …

Si ibu ini tak pernah tahu bagaimana perjuangan kami sesungguhnya. Enteng sekali dia bicara seperti itu entah dengan maksud apa. Hatiku makin teriris. Ya Allah, ikhtiar apa lagi yang harus kami lakukan?

Aku pun terus bertanya-tanya dalam hati, jika terus membiarkan orang lain melukai perasaanku, apakah aku  selamanya akan menderita?

Aku tak bosan untuk memohon petunjuk-Nya apa lagi yang harus kulakukan. Sebuah bisikan dalam hatiku mengatakan, jika kau ingin anakmu bahagia maka kau pun harus menjadi ibu yang berbahagia. Anak-anakku tak membutuhkan seorang ibu yang sempurna. Mereka hanya membutuhkan ibu yang bahagia, yang mencintai dan menerima mereka apa pun keadaannya.

Aku mulai berdamai dengan diri sendiri. Aku memaafkan diriku sendiri dan orang-orang yang telah menyakiti kami. Aku mulai menempatkan perisai di dalam hatiku. Jika ada komentar-komentar negatif tentang kami, hal itu tak akan berhasil melukai perasaanku. Aku pun belajar untuk menghargai perjuangan masing-masing orangtua, sehingga sebisa mungkin kujaga perkataanku untuk tak mengeluarkan kalimat bernada celaan.


Aizar bersama kakak dan adiknya saat ini

Tahukah apa yang terjadi kemudian? Keadaan Aizar berangsur-angsur membaik. Dia bisa mengejar ketertinggalan tumbuh kembangnya. Dia tumbuh menjadi anak yang bahagia dan lebih percaya diri. Sewaktu melihatnya saat ini, rasa haru seringkali menyelinap di hati. Semua itu berawal dari penerimaan terhadap diri sendiri.

Buatku, #MemesonaItu saat menyadari bahwa aku bukanlah ibu yang sempurna, dan setelahnya keajaiban itu akan datang dengan sendirinya.


Ini ceritaku tentang makna #MemesonaItu. Bagaimana cerita #MemesonaItu milikmu?

Rabu, 29 Maret 2017

IMPIAN YANG TERWUJUD: BUKU ANTOLOGI PERDANA

Alhamdulillah...Wow nggak bisa kulukiskan perasaanku saat ini. Bersyukur dan bersyukur ... karena salah satu impianku terwujud!
Berkat proyek bersama dengan para alumni @JoeraganArtikel, sebuah komunitas dari jebolan training menulis yang pernah kuikuti.
Buku antologi perdana telah lahir.
Apapun yang disebut perdana, pastinya sungguh berkesan. 
Dari awal proses pembuatan naskahnya, proses editnya, hingga sekarang sudah mulai proses pre order dan dicetak.
Sebelumnya tak pernah membayangkan untuk memiliki sebuah karya dalam bentuk buku, bahkan sekedar bermimpi pun nggak berani. 
Meskipun ini adalah karya keroyokan/rame-rame, tapi antusiasme dan euforianya tetaplah sama.
Antologi alumni @JA ini mengangkat tema yang luar biasa menurutku, yaitu Biarkan Emak Jatuh Cinta (Lagi).
Jatuh cinta dalam arti yang begituuu luas diramu dengan sangat menarik dalam bentuk memoar dan cerpen.

Ada dua buku yang terlahir, yaitu antologi cerpen THE UNSPOKEN LOVE dan antologi memoar DIARY OF LOVE.
Tulisanku sendiri, Kepingan Puzzle, dimuat di buku The Unspoken Love. 
Aku mengangkat kisah seorang perempuan yang harus menikmati pernikahan penuh cintanya dalam waktu singkat, dan kebetulan kisah yang kuambil ini adalah kisah nyata seorang teman.
Alur dan latar belakang cerita hampir sama dengan aslinya, hanya saja nama tokoh disamarkan dan ada beberapa dialog yang kutambahkan untuk memperkuat jalan cerita.

Sinopsis buku antologi kembar bisa dilihat di link berikut ini: The Unspoken Love dan Diary of Love



Cover Buku The Unspoken Love (antologi cerpen)



Cover Buku Diary of Love (antologi memoar)

Cara pemesanan buku sangat mudah, dengan langsung menghubungiku lewat kontak berikut ini : 


WA/Telegram : 08122135675


Next, menyusul karya antologi yang sedang proses proofreading, bersama dengan rekan-rekan komunitas Kamaksara, yang bercita-cita akan selalu produktif menelurkan karyanya (tiga karya dalam setahun, aamiin ya Allah).
Lalu, akan ada antologi karya puisi bersama teman-teman alumni pelatihan "7 Hari Jago Bikin Puisi".
Ada pula proyek antologi selanjutnya yang menggelitik, dengan tema yang mengangkat hubungan anak dan mertua.
Bergabung dengan beberapa proyek antologi ini semakin melecutkan keberanianku untuk terus bermimpi: suatu saat nanti aku bisa melahirkan sebuah buku solo. Sebuah impian yang sedang kuperjuangkan, lewat Sekolah Perempuan.

Tulisan, yang kuikat dalam bentuk karya apapun, adalah rekaman jejak dari setiap gagasan yang muncul. 
Jikalau belum bisa memberikan banyak manfaat untuk orang lain, setidaknya kelak saat aku telah tiada, tulisanku akan tetap ada dan dinikmati oleh anak cucuku. Semacam prasasti. Sesederhana itu.

Lagi-lagi kukutip kalimat dari Ust. Salim A. Fillah, semoga Allah memberkahi setiap kata yang mengalir dari ujung jemari ini.


Jumat, 17 Maret 2017

LAYU SEBELUM BERKEMBANG



Sumber foto ; https://blogs.babycenter.com/mom_stories/will-giving-your-kid-a-pass-help-them-get-to-sleep-faster/


Miris!
Itulah hal pertama yang kurasakan saat membaca dan menyaksikan berita tentang grup fb yang disinyalir kumpulan dari orang-orang pedofilia. Korban-korbannya adalah anak-anak bahkan balita, dan mereka belum tahu hitam putihnya dunia. Naudzubillahi min dzalik…

Belum lama terdengar berita tentang penculikan anak yang berhembus kencang, sekarang muncul lagi berita yang bikin hati emak-emak kayak saya langsung berdebar nggak karuan.
Kemana larinya rasa aman yang dimiliki oleh anak-anak Indonesia?

Zaman sudah banyak berubah. Duluuu semasa kecil, nggak pernah sekalipun terlintas di benak saya kalau di sekitar saya akan ada penjahat atau penculik yang mengintai. Padahal kalau pulang sekolah seringnya lewat jalanan sepi yang tembus ke sungai. Kanan kiri hanyalah kebun dan sawah.

Aduh, kalau sekarang harus membiarkan anak pergi dan pulang sendiri saja malahan emaknya yang parno duluan. Mendingan telat jemputnya dan nunggu di sekolah, daripada harus pulang sendiri. Karena memang pada kenyataannya banyak “orang sakit” di sekitar kita. Para pelaku pedofilia ini disinyalir juga menjadi korban di masa lalu. Akhirnya saat tumbuh dewasa, korban terjebak di sebuah lingkaran setan tiada henti. Entah karena melampiaskan dendam masa lalunya atau karena dia jejak yang ditinggalkan kepadanya sangat membekas, sehingga alam bawah sadarnya ingin terus mengulang memori masa kecil.

Ah, entahlah, mungkin segala teori psikologis itu benar. Tapi yang penting banget harus dilakukan sekarang adalah memutus mata rantai lingkaran setan tadi. Jangan sampai anak-anak yang menjadi korban saat ini menyimpan trauma, dendam, atau memori yang membuatnya tumbuh dengan membawa luka, lalu mengulanginya lagi di masa mendatang. Untuk korban, harus melewati pendampingan dari sisi psikologis untuk menyembuhkan trauma mendalam. Jelas butuh waktu, tapi harus dilakukan.

Emak-emak seperti saya hanyalah bisa mendukung upaya pemerintah dan aparat terkait untuk menutup semua akses ke arah pornografi. Jangan sampai anak-anak atau remaja yang tadinya hanya iseng-iseng, malahan penasaran ingin mencobanya gegara melihat tayangan vulgar.

Oya, satu lagi… saya juga sering heran kalau banyak orang yang menjadikan hal ini sebagai lelucon. Yeah, just a joke, so whaaat gitu lho? Kalau buat saya, kok nggak pantas ya biarpun sekedar lelucon. Bahkan ada yang sampai membanggakan diri kalau bisa begini begitu dengan anak-anak atau abege. Please deh, demi apa? Biar dianggap wow gitu, atau biar keren? Ah sempit banget pikirannya kalau menganggap orang keren itu yang pinter menggaet abege.


Maafin deh, emak jadi kebawa emosi. Tolonglah sikapi semua ini dengan bijak. Yang perlu banget kita lakukan adalah membentengi anak dengan iman dan pengetahuan. Kenalkan aurat sejak dini, bagian tubuh mana yang nggak boleh disentuh orang sembarangan, cara mengantisipasi orang asing yang PDKT, jalin kedekatan dengan anak agar mereka nyaman bercerita apapun dengan kita. Jangan lupakan juga kekuatan doa dari seorang ibu, semoga Allah senantiasa memberikan perlindungan kepada anak-anak. Hanya Dia-lah sebaik-baik Pelindung.

Rabu, 18 Januari 2017

KISAH PARA PENJUAL RENTA

Beberapa waktu lalu, aku mengajak putriku, Raina, membeli kacang tanah mentah di pasar.
Nenek penjual kacang mentah ini ternyata juga menjual gethuk, tiwul, dan sawut...makanan khas tempo doeloe...
Setelah kubayar kacangnya, nenek ini justru memberikan bonus sebungkus gethuk dan sawut yang diserahkan ke Raina.
"Iki Nduk, diparingi Simbah yo..." (ini Nduk, dikasih Nenek ya...)
Whoaa... satu kejadian menyentil lagi untukku.
Bahwa memberi tidak harus menunggu saat kita sudah berkecukupan.
Tapi di saat dalam keterbatasan pun, kita bisa memberi dengan apa saja yang kita punya saat itu.
Mungkin tidak harus berupa materi, tapi sebentuk perhatian kecil yang tulus seperti ini pun bisa sangat menyentuh hati.



Teman-teman yang berdomisili di Salatiga tentu sudah tak asing dengan Alun-alun Pancasila. Sewaktu sore hari ada penjual kacang dan jagung rebus yang tua renta mangkal di dekat lokasi Masjid Agung. Dengan gerobak kecilnya dia menunggu pembeli datang.
Saat itu ada seorang yang mendekat menawar jualannya,
“Mbah sebungkus kacangnya berapa?”.
“Lima ribu saja...”.
“Lhooo, nggak boleh kurang to?”.
“Belum boleh Bu... kalau nggak jadi beli juga nggak apa-apa...”, katanya pasrah.

========

Penjual kacang mentah dan penjual kacang rebus itu masih menjemput rizki di usianya yang sudah senja.
Kemanakah keluarganya atau anak-anaknya? Apakah tak ada yang peduli?
Hmm...tak perlu kita berburuk sangka kepada mereka. Aku sendiri sering bertemu dengan orang tua yang menolak diam beristirahat karena sedari muda mereka sudah terbiasa bekerja keras.
“Yen thenguk-thenguk ngenteni kiriman anak, malah awake lara...(Kalau berdiam diri menanti kiriman anak, malahan badan terasa sakit)”, begitu kira-kira alasan yang mereka lontarkan.
Tapi ada juga orang-orang renta yang masih terus berjuang menyambung hidup dengan menjaga diri dari meminta-minta, mereka melakukan apapun untuk mendapatkan sesuap nasi, termasuk berjualan apa saja.

Kadang begitu beratnya kita mengeluarkan uang lebih untuk para penjual di pinggir jalan, bahkan untuk harga yang terhitung wajar saja kita masih getol menawar dengan harga lebih rendah.
Tapi jika kita belanja di sebuah mall, supermarket atau makan di restoran, kita rela membayar dengan harga berapa pun meskipun jauh lebih mahal.
Sedikit rupiah yang kita bayarkan untuk pedagang renta ini, mungkin saja berarti banyak bagi mereka.

Masih tegakah kita menawar seribu dua ribu lebih murah demi kepuasan diri, padahal mungkin saja sangat berarti bagi mereka?

Jumat, 13 Januari 2017

INDAHNYA SILATURAHIM


Sewaktu awal menikah, aku sempat terkaget-kaget...
Kami berdua
terlahir dari latar belakang yang sangat bertolak belakang
Aku
berasal dari keluarga kecil, dengan saudara yang tinggal berjauhan beda kota bahkan pulau
Sedangkan suami
ku delapan bersaudara, dengan kerabat yang tinggal berdekatan bahkan sedesa...
Luar biasa
setelah menikah tiba-tiba aku memiliki buanyak saudara

Tradisi arisan keluarga pun rutin dilakukan
Keluarga inti yg kalo ngumpul
berjumlah empat puluhan 
Belum lagi keluarga besar
atau kami menyebutnya trah, kalo dikumpulin semua mungkin se-RT sendiri karena jumlahnya ratusan
Awalnya aku pernah protes ke suami, buat apa sih ngumpul-ngumpul arisan, terutama yang arisan trah...
Ngumpul
begitu kan acara intinya hanya makan
Ribet,
nggak simpel...
Toh aku juga susah banget menghafal begitu banyak orang, apalagi sering salah sebut hubungan kekerabatan
Aku panggil bulik ternyata simbah, aku panggil mbak ternyata bude...
Aaah salting, bingung, mati gaya pokoknyaa

Tapi suami tetap bergeming, tetap ngajakin anak istrinya kesana sini buat ngumpul
Karena intinya adalah silaturahim
Meluangkan waktu, menghadirkan jasad utk bertemu d
engan saudara, berbincang dan mendengar langsung kabar saudara
Tak hanya sekedar bertukar sapa via bbm, WA, bahkan
medsos.
Keutamaan silaturahim yang banyak itu mungkin tidak langsung terasa
Tapi buatku, dengan berbincang hangat bersama keluarga -terutama keluarga inti- kedekatan itu tidak hanya fisik semata
Hati pun mulai mendekat
Tumbuh rasa simpati, lalu rasa rindu lalu sayang
Y
ang lebih tua makin sayang kepada yang muda, tanpa diminta pun yang muda menghormat kepada yang  lebih tua
Saling berbagi cerita dan dukungan
Saling menasehati
dan tentunya saling mendoakan

Ah entah sejak kapan...aku mulai menikmati semua ini dengan segala kerempongannya
Mengajak krucils dan printilannya y
ang seolah-olah mau pindahan itu tak terlalu menjadi beban 
Kami ingin anak-anak menikmati saat silaturahim mereka d
engan saudaranya
Mungkin awalnya harus dipaksakan, seperti aku dulu
Kenapa repot-repot?
Karena kelak merekalah y
ang akan meneruskan pertalian ini dan insyaAllah merasa seperti yang kami rasakan

Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amalan yang dapat memasukkan ke dalam surga, lantas Rasul menjawab,
 “Sembahlah Allah, janganlah berbuat syirik pada-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan jalinlah tali silaturahmi (dengan orang tua dan kerabat).” (HR. Bukhari no. 5983)