Sumber foto : http://www.kabarmuslimah.com/
Kisah 1
Dulu sewaktu
awal menikah, kami tinggal di rumah kontrakan di sebuah kawasan bernama
Gumpang, dekat Surakarta. Mungkin orang se-Gumpang raya dan sekitarnya tahu
warung sayur-mayur dan lauk pauk dekat pertigaan jalan ini...Warung ini begitu populer
di kalangan emak-emak, karena letaknya yang strategis berada di dekat perumahan
dan dagangannya juga komplit. Kami nggak perlu pergi jauh ke pasar untuk
belanja keperluan dapur.
Tiap pagi
hingga petang nggak pernah sepi dari pembeli...
Oleh tetangga sebelah rumah, aku sering
mendengar cerita kalau sedang rame-ramenya pembeli di warung itu, adaaa saja
orang yg berlaku nggak jujur. Ada ibu-ibu yang suka mengutil bungkusan berisi
ayam, daging, ikan atau lauk-pauk yang lain. Astaghfirullah...benar-benar
memanfaatkan keadaan deh. Ternyata pemilik warung pun sebenarnya tahu kejadian
itu. Mbah Mar, kami memanggilnya demikian, hanya mendiamkan saja. Justru malah
tetanggaku yang sering gemas, menanyakan kejadian itu ke pemilik warung.
Tetangga :
"Mbah, si anu atau si
ini tadi ngambil sebungkus
ayam lho..."
Mbah Mar :
"Saya sebenarnya juga tahu kok Bu, nggak apa-apa lah...biarin aja"
Tetangga :
"Lha gimana to mbah, nanti kalau nggak ditegur malah jadi tuman (terbiasa-
bahasa jawa)"
Mbah Mar :
"Sudah...nggak apa-apa...nanti juga ada gantinya"
Wow woles banget...Asli takjub mendengarnya.
Masih ada ya
orang seperti ini di jaman sekarang.
Tapi benar juga kok, rejeki memang nggak akan
tertukar. Kenyataannya warung itu tambah laris manis.
Di saat warung sekitarnya gulung tikar dan
tutup, warung yang ini tetap berjaya.
Kisah
2
Anda tahu penjual tenongan? Penjual makanan keliling yang
biasanya menggunakan keranjang bertumpuk-tumpuk, kadang ada menggendong
keranjangnya sembari berjalan kaki menjajakan dagangannya, ada pula yang
menaiki sepeda ataupun motor.
Di kantor
tempatku bekerja ada seorang penjual tenongan yang cukup legendaris.
Sudah
puluhan tahun dia menjadi langganan karyawan kantorku dan kantor-kantor lain
sepanjang Jalan Jajar.
Sering kami
iseng-iseng menanyakan padanya mengapa dia sanggup bertahan untuk jualan
keliling. Untung yang diraupnya pun pastilah tidak seberapa. Terkadang dia naik
motor, tapi lebih sering harus naik turun bus dan berjalan kaki mengukur jalan.
Tiap hari terpaksa panas-panasan ataupun kehujanan.
Belum lagi kalau ada pembeli yang berhutang,
dia nggak pernah menagihnya.
Kalaupun besok-besok dibayar ya syukur Alhamdulillah,
tapi kalau terlupa nggak dibayar ya dikhlaskan.
Lah, prinsip jualan yang aneh bukan? Hanya berlandaskan prinsip kepercayaan antara penjual dan
pembeli...
=======
Gusti Allah
niku mboten sare...
Yang aku
lihat dari sosok mereka adalah orang-orang biasa dengan sifatnya yang luar
biasa.
Berjuang tanpa lelah menjemput rizki-Nya tapi
tak pernah lupa untuk selalu bersyukur dan merasa cukup dengan segala
pemberian-Nya.
Mereka percaya bahwa rizki itu tak akan
tertukar.
Mungkin dari keikhlasan mereka bekerja,
justru Allah memberikan balasan dengan cara lain yang tak disangka-sangka.
Dari orang-orang berhati besar ini aku banyak mengambil
hikmah.
Saat suatu ketika suamiku meminta pendapatku untuk
pertimbangan haruskah dia mengambil sebuah pekerjaan baru yang cukup
menjanjikan. Tapi pekerjaan ini beresiko mendapatkan uang yang justru kurang
jelas halal tidaknya.
Aku : "Kalau aku nggak mau dikasih
uang yang kurang berkah lho Mas, yang pasti-pasti aja ya..."
Suami :
"Iya...makanya dari awal aku juga ragu mau ambil"
Bukannya
kami berdua sok suci ataupun sudah nggak butuh uang lagi. Justru kebalikannya,
butuh sekali malahan hehe...
Tapi kami sedang belajar dengan menerima
sesuatu yang sedikit, nantinya akan mengundang hal-hal yang besar datang.
Tugas kami hanyalah mengencangkan doa dan
ikhtiar. Hasilnya biarlah Allah yang menentukan.
Pekerjaan halal apapun bisa kita jadikan
ladang kebaikan, semua tergantung niatan masing-masing.
Alangkah Dia Maha Adil dan Maha Kaya.
Bukankah rizki yang dicurahkan kepada kita
tak harus berupa materi yang berlimpah?
Bisa jadi rizki itu berupa pasangan sejati,
keluarga yg harmonis, anak yang sholih, sahabat dan tetangga yang baik,
kesehatan, ketenangan jiwa, maupun kebaikan lain yang tidak pernah putus.
Belajar
tiada henti dari kehidupan...
Betul ya mbak. Rizki itu tak selalu hrs berupa materi....
BalasHapusBetul ya mbak. Rizki itu tak selalu hrs berupa materi....
BalasHapusBetul mb Rita...rizki yg sering terlupa
Hapus